Sejak hamil dulu, aku udah diingetin sama beberapa orang "jangan beli baby box, nanti gak kepake lama!". Hmmm padahal dari awal punya baby aku berpikiran untuk menidurkan bayi di baby box. Pertimbangan ku karena postur tubuh kita berdua (aku & suami) itu lebar yha. Kasur ukuran 160x200 aja kerasa sempit untuk berdua, apalagi kalau ditambah 1 orang lagi hehehe. Terus meniru gaya orang barat yang membuat bayinya lebih mandiri dengan tidur di baby box sendiri, sepertinya solusi yang bagus juga, walau hal itu terlihat "gak wajar" buat orang Indonesia.
Dalam rangka perburuan baby box, aku langsung ngincer yang berbahan kayu dan tanpa motif, karena biar awet lama dan gak "bayi" banget. Kalau bisa malah dipakai lama minimal sampe 3 tahunan biar gak PR lagi beli kasur. Dari sekian perburuan, sampailah dipilihanku pada baby box dari IKEA. Berhubung yang paling murah adalah seri Sniglar, walau sedikit melenceng dari keinginanku punya baby box warna putih.
Saat hamil 5 bulan, aku iseng main ke IKEA. Udah survei lihat-lihat si sniglar ini yang harga normalnya Rp.1.400.000, lumayan mahal yha untuk ukuran box bayi. Tapi emang dasar udah rejeki kali ya, saat aku mampir ke bagian diskon dan sisa display, ehhh nangkring cantik si box bayi 1 ini. Keterangan nya sih sisa display dan gak bisa dibongkar. Karena sisa display, harganya diskon jadi Rp.700.000 alias setengahnya. Tapi nih niat ambil terhalang sama duit cekak, alamat gak bisa balik ke Indramayu lah! Udah nangis-nangis karena kasur idaman gak bisa dibawa pulang, eh ada temen baik bisa minjemin uang dadakan. Cuss lah langsung angkut dengan kondisi sudah terpasang.
Selesai urusan baby box, masih mikir kasurnya, karena memang tidak dijual bersamaan. Untung aja di Cirebon Nemu kasur yang ukuranya pas yaitu 120x60 cm. Karena wajarnya baby box di Indonesia 120x70. Udah deh bisa tenang punya kasur idaman.
Berhubung mikir lagi, kayaknya repot ya kalau modelnya baby taruh didalam box? gimana kalau bangun tengah malam terus nangis minta nen? Akhirnya nemu lagi solusi yaitu dengan teknik co-sleeping. Yaitu menyatukan kasur orang tua dengan box bayi tanpa ada perbedaan level tinggi kasur. Tapi, berhubung IKEA Sniglar ini tidak didesain untuk co sleeping, walhasil mesti utak-atik sedikit dengan penambahan sana situ. Niatnya juga pasang bed sheet buat pengaman kasur, tapi baca-baca lagi ternyata malah bahaya dan bisa menyebabkan SIDS. Jadilah boxnya polosan tanpa hiasan, cuma kasur aku tumpuk lagi sama portable kasur yang dapat hadiah saat lahiran, biar kelihatan nya serba pinky gitu.
Taraa~ jadilah begini penampakan IKEA Sniglar yang aku taruh pas disebelah kasurku. Nah pada bagian depan jeruji nya ada yang tidak aku pasang, lalu bagian bawah aku ikat dengan kasur. Dan bagian sambungan antara kasur dengan box aku ganjal dengan guling bayi. Walau terkadang memang suka agak ada "gap" terutama kalau kasurnya ketarik, solusinya harus sering rapiin si guling dan mendorong kasur biar nempel lagi sama box bayi. Begitu baby Calla launching, tanpa ba-bi-bu langsung deh aku taruh di baby box IKEA Sniglar ini.
Nah, setelah 1 tahun lebih menerapkan teknik co-sleeping, ada beberapa manfaat yang aku rasakan :
1. Kualitas tidur aku & suami sangat bagus, karena kita sering banget ngerasa kurang deep sleep karena was-was takut nindihin Calla kalau dia terpaksa tidur di tengah bareng kita.
2. Proses nenenin saat kebangun malam sangat gampang, aku gak perlu bangun dari kasur, cukup berguling kesamping aja.
3. Calla punya tempat mainan sendiri, jadi taruh boneka dan bantal kesukaanya dan dia bakal mainan sendiri.
4. Bisa buat latihan berdiri juga, jadi Calla ngerambat di salur nya terus latihan berdiri.
5. Gak khawatir ganggu Calla kalau mau bikin adek, kan guncangan kasur nya gak ngerambat :-p
Bisa juga dikombinasikan sama kasur yang ada kelambunya, takut kalau digigit nyamuk.
Yang paling aku rasakan manfaat utama adalah, ortu gak was-was dan tidurnya berkualitas! Bener deh, ada waktunya Calla itu gak mau tidur di baby boxnya. Walhasil kita ngalah dong Calla tidur di tengah, dan saat bangun pagi, badan kami berdua pegel terutama bagian leher. Saat aku cari tau, ternyata kita gak bener-bener deep sleep karena parno nindihin Calla.
Tapi nih, ada aja orang yang komentar soal teknik co-sleeping yang lagi-lagi "gak wajar" buat orang Indonesia, yang wajar buat orang sini adalah bayi itu tidur 1 kasur sama ortunya. Ada yang bilang awas jatuh lah, kasian sendirian lah, dll. Tapi aku sih cuek aja, toh bukan mereka yang tidur 1 kasur sama Calla tiap malemnya.
Nah rencana dirumah baru nanti, Calla mau aku coba tidur sendiri di kamarnya dengan modifikasi Sniglar ini aku turunin level ketinggiannya, sehingga bisa jadi kasur sendiri. Tapi ini masih wacana, karena sepertinya Calla masih betah tidur sama papah-mamahnya denga posisi seperti sekarang. Mungkin nanti ketika dia sudah mulai besar dan belajar mandiri. Karena sejatinya nanti Calla harus bisa mandiri dan tidak bergantung sama orang tua sepenuhnya.
Sampai saat ini Calla usia 19 bulan, co-sleeping masih aku terapkan dan tentunya Calla masih betah juiga. Mungkin itu sedikit yang bisa aku sharing mengenai tidur ala co-sleeping, kalau ada yang mau share pengalaman kalian, silahkan tinggalakn komentar di bawah ya ^^